Oleh : Mohammad Sholeh
Advokat pemenang permohonan uji materiil 2008 di MK atas UU Pemilu
KEKUASAAN selalu perlu dibatasi. UU 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tidak mengatur pembatasan masa jabatan anggota dewan. Anggota dewan dipilih lima tahun sekali dan boleh mencalonkan diri dalam setiap pemilu berikutnya. Idealnya, jabatan-jabatan publik yang dipilih melalui pemilihan umum maupun bukan memiliki batas masa jabatan.
Kekuasaan yang tidak dibatasi mempunyai kecenderungan disalahgunakan. Sayangnya, DPR yang membuat UU Pemilu melakukan politik hukum diskriminatif. Di satu sisi, jabatan-jabatan publik, seperti presiden, kepala daerah, jabatan di KPK, komisi penyiaran, dan lain-lain, dibatasi maksimal dua periode. Untuk jabatannya sendiri, DPR tidak memberikan batas.
Karena itu, jangan heran ada anggota DPR dan DPRD yang lima kali menjabat. Artinya, dia sudah 25 (dua puluhlima) tahun jadi anggota legislatif tanpa tergantikan. Dengan tidak adanya pembatasan jadi anggota dewan, para pengurus partai yang beberapa periode menjadi anggota legislatif akan mencalonkan diri dalam pemilihan umum legislatif 2014–2019. Ini tentu menghentikan regenerasi di tubuh parlemen.
Persyaratan anggota dewan diatur dalam pasal 12 untuk DPD serta pasal 51 untuk DPR dan DPRD UU 8/2012. Dalam pasal itu, persyaratan bersifat umum, misalnya usia minimal, ijazah, sehat jasmani, dan sebagainya. Padahal, dalam UU lain, seperti pilpres, pilkada, UU MK, UU KPK, ada persyaratan tambahan, yakni maksimal jabatan dua periode.